Selasa, 24 Maret 2015

Serpihan Kenangan dalam Senja

Semuanya terjadi ketika aku menyusuri senja yang sendu. Di sanalah kisahku berawal. Bagiku, dahulu senja adalah nikmat tak tergantikan yang hadir pada tiap penghujung sore. Di sana pulalah aku melukiskan bayangmu. Dan kata-katamu selalu datang menghampiri sebelum aku memulainya terlebih dahulu. Kamu selalu melontarkan sapaan hangat pada tiap senja, tiap sore, ataupun tiap beberapa menit menjelang sore itu tiba. Jika dibaca seksama, mungkin kata-kata sapaanmu itu tidaklah indah bak syair para pujangga di masa silam. Namun entah mengapa, aku begitu memaknainya.
Kamu adalah satu dari sekian banyak nikmat yang dianugerahkan Tuhan. Kamu adalah satu dari berjuta keindahan yang disajikan Tuhan. Dan lagi-lagi, aku memaknainya.
Dahulu, kerap kali aku terdiam di sudut ruangan, benar-benar menikmati semua kata-kata yang kamu tuangkan melalui beberapa pesan singkat perharinya.

Wuuussshh. Mendadak angin berhembus membuyarkan lamunanku, memporak-porandakan pikiranku yang menerawang jauh menuju kenangan masa lalu bersamamu. Membuatku terhenyak untuk beberapa saat, menyadari bahwa kamu adalah tidak lebih dari serpihan kenangan masa kecilku.
Sekarang, terhitung setengah dasawarsa sudah aku menikmati senja seorang diri. Tanpa ditemani makna-makna indah yang dahulu selalu aku dapatkan dari kata-katamu.
Tahukah kamu seberapa sakitnya memendam rindu? Tahukan kamu betapa pedihnya mengharapkan pertemuan?
Semoga, Tuhan menjagamu di manapun kamu berpijak. Dan semoga pula Tuhan menakdirkan perjumpaan di antara kita untuk yang kedua kalinya. Tidakkah kamupun berharap demikian, sahabat kecilku?