Jauh sebelum peristiwa itu,
bagiku senja selalu sempurna. Tak ada bagian yang perlu diubah, juga tak ada
sela yang harus diisi. Namun saat ia berkata, “aku menyukaimu”, aku merasa
senja tak lagi membawa cerita bahagia. Mungkinkah kata-kata yang ia lontarkan
itu ambigu? Atau aku saja yang menganggapnya terlalu saru? Aku seakan
terhipnotis. Mataku terbelalak kaget. Bukankah kata semua orang, rasanya
disukai itu manis? Aku terkejut. Tak mampu bergerak. Statis. Karena dalam hati,
ada sesuatu yang berontak, sesuatu yang terus membantin, “bukan dia bukan dia”.
Aku tidak bisa menjelaskan kata yang tepat untuk mendeskripsikan rasa yang
berkecamuk di hati kala itu, bahwa......... Bukan dia yang aku inginkan.
(dikutip dari Novel Remember When
karya Winna Efendi, dengan beberapa perubahan)