Minggu, 04 Januari 2015

Bukan Dia

Jauh sebelum peristiwa itu, bagiku senja selalu sempurna. Tak ada bagian yang perlu diubah, juga tak ada sela yang harus diisi. Namun saat ia berkata, “aku menyukaimu”, aku merasa senja tak lagi membawa cerita bahagia. Mungkinkah kata-kata yang ia lontarkan itu ambigu? Atau aku saja yang menganggapnya terlalu saru? Aku seakan terhipnotis. Mataku terbelalak kaget. Bukankah kata semua orang, rasanya disukai itu manis? Aku terkejut. Tak mampu bergerak. Statis. Karena dalam hati, ada sesuatu yang berontak, sesuatu yang terus membantin, “bukan dia bukan dia”. Aku tidak bisa menjelaskan kata yang tepat untuk mendeskripsikan rasa yang berkecamuk di hati kala itu, bahwa......... Bukan dia yang aku inginkan.

(dikutip dari Novel Remember When karya Winna Efendi, dengan beberapa perubahan)

Melibatkan Tuhan di antara aku, kamu, dan dia

Kata orang cinta itu aku dan kamu.
Ada juga yang bilang cinta itu segitiga. Aku, kamu dan Tuhan.
Tapi menurutku cinta itu segiempat. Aku, kamu, Tuhan, dan dia.
( dikutip dari salah satu postingan di kathyakhavia.blogspot.com )


Terkadang, sepasang manusia memang sengaja dipertemukan. Misalkan saja aku dan kamu.
Saat semuanya berjalan manis, terkadang aku lupa mengenai siapa yang telah membuat kamu datang padaku. Namun saat semuanya mulai pahit, barulah teringat jikalau Tuhan sedang memberi cobaan terhadap hubungan ini, yakni dengan menghadirkan dia sebagai salah satu takdir yang ada.
Mengapa Tuhan hanya diingat sebagai penghadir sosok dia di antara aku dan kamu? Barulah sadar bahwa selama ini aku salah. Aku hanya lupa, bahwa Tuhan jugalah yang dulu menghadirkan kamu ke dalam hari-hariku. Kamu yang selalu ada, selalu ada, hingga akhirnya tiada.
Seharusnya aku bersyukur, karena Tuhan sempat meminjamkan kamu yang merupakan salah satu makhluknya untuk menemaniku meski hanya sebentar. Salah satu dugaanku mengenai apa alasan Tuhan menghadirkan sosok ‘dia’ yang akhirnya memisahkan aku dan kamu adalah mungkin karena aku lupa oleh siapa kamu dikirimkan. Sedangkan mungkin, ‘dia’ lebih mengingat Tuhan dibanding aku saat dipertemukan denganmu.

Ucha's Quote (2)



Saat langit senja mulai terhampar, dulu aku selalu membayangkan kamu di sudut sana. Sedang apa dan siapa yang ketika itu terlintas dalam benakmu. Namun dengan sisa senja yang kumiliki saat ini, aku merasa lebih bahagia, karena aku tahu, di sudut sana kamu pasti sedang tersenyum bahagia bersama sosok dalam benakmu yang ternyata bukan aku. 

Dengan kata lain, aku turut berbahagia atas kebahagiaanmu.

Ucha's Quote (1)



Jika memang aku yang telah membuatmu mulai mengukir suatu kisah, aku akan pergi sesegera mungkin. Biar saja kamu melanjutkan ukiran kisah itu bersama seseorang yang selalu ada dalam benakmu, bukan bersama orang yang selama ini selalu mengharapkanmu.